Sabtu, 09 November 2019

Teater Daerah di Indonesia

Indonesia sebagai bangsa yang besar memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam. Demikian halnya dengan seni teater tradisional. Dari ujung barat Nusantara, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, kita mengenal didong. Di daerah Riau yang berakar pada budaya Melayu ada mak yong. Di Sumatra Barat dikenal teater daerah bernama randai. Demikian seterusnya. Setiap daerah memiliki teater tradisional masing-masing.

A. Seni Teater Nusantara

Teater berasal dari bahasa Yunani, yaitu theatron yang asal katanya theomai yang berarti "takjub melihat atau memandang". Dalam perkembangannya, teater memiliki beberapa pengertian sebagai berikut.
  1. Teater diartikan sebagai gedung atau tempat pertunjukan (dikenal pada zaman Plato).
  2. Teater diartikan sebagai publik atau auditorium (dikenal pada zaman Herodotus).
  3. Teater diartikan pula sebagai pertunjukan atau karangan yang dipentaskan.
Teater bisa diartikan dengan dua cara, yaitu dalam arti sempit dan arti luas.
  1. Dalam arti sempit, teater bisa diartikan sebagai drama (kisah hidup atau kehidupan manusia baik fiktif maupun nyata) yang diceritakan dan dipentaskan di atas panggung/pentas, kemudian didiskusikan oleh orang banyak yang mengacu pada panduan teks/naskah.
  2. Dalam arti luas, teater adalah segala macam pertunjukan atau tontonan yang dipertunjukkan di depan khalayak ramai. Misalnya, wayang orang, lenong, ketoprak, ludruk, arja, randai, reog, dan sebagainya.
Tempat pertunjukan teater kuno di Yunani
Dalam sejarah dunia, teater muncul sekitar abad ke-6 SM dari bangsa Yunani kuno yang telah mempunyai seni pertunjukan yang disebut drama. Pertunjukan drama berasal dari upacara keagamaan dalam bentuk pemujaan kepada Dewa Anggur bernama Dionysus. Teater pada zaman Yunani Kuno biasanya dipertunjukkan secara umum di sebuah tempat yang bernama theatron. Theatron merupakan bangunan khusus untuk pertunjukan drama, terbuka tanpa atap, dan dibangun di lereng-lereng bukit.

Di Italia, seni teater berkembang sangat pesat dan mengalami masa kejayaan, baik dari segi panggung, penambahan dekorasi, maupun penambahan ornamen serta layar pada tempat pertunjukan sehingga melahirkan teater modern. Berbeda dengan zaman Yunani, penonton teater di Italia terbatas pada kalangan tertentu, yaitu kalangan bangsawan.

Sementara itu di Indonesia, seni pertunjukan seperti teater sudah muncul sejak lama. Teater Indonesia atau teater Nusantara ini mencakup teater tradisional yang berasal dari daerah-daerah yang ada di Indonesia. Misalnya, ketoprak dari Jawa, mak yong dari Riau, dan drama gong dari Bali. Pada awalnya, teater tradisional ini dijadikan sebagai upacara keagamaan. Namun, seiring berkembangnya zaman, beberapa teater tradisional menjadi sebuah pertunjukan untuk tontonan saja.

Selanjutnya, memasuki abad ke-20 teater nusantara mengalami perubahan sehingga muncul teater modern. Teater modern ini merupakan teater yang dipengaruhi oleh teater tradisional dan teater barat. Dengan adanya pengaruh dari barat, bentuk pertunjukan teater modern jauh berbeda dengan teater tradisional. Perbedaan tersebut antara lain terlihat dari cerita yang disuguhkan, penataan panggung, dan penataan cahaya. Munculnya teater modern pun memunculkan kelompok-kelompok teater modern antara lain Teater Populer, Teater Kecil, Teater Koma, Bengkel Teater, Studiklub Teater Bandung, Teater Payung Hitam, dan Teater Gandrik.

Jika dilihat dari definisinya, teater diartikan sebagai sebuah pertunjukan. Selain itu, teater juga memiliki arti sebuah organisasi yang berupa wadah untuk kumpulan orang-orang pecinta teater. Dengan demikian, secara umum istilah teater nusantara dapat diartikan sebagai berikut.
  1. Seluruh pertunjukan yang berlangsung di sebuah tempat baik di luar maupun di dalam gedung dan disaksikan oleh orang banyak (penonton).
  2. Arena pusat dari sebuah pertunjukan.
  3. Panggung tempat pertunjukan.
  4. Nama organisasi kelompok orang yang mencintai seni teater.

B. Unsur–Unsur Seni Pertunjukan

Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam pementasan atau pertunjukan teater yaitu sebagai berikut.

1. Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik. Tema bisa diambil dari mana saja, bisa dari permasalahan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, lingkungan sosial masyarakat, percintaan, lingkungan alam, penyimpangan sosial dan budaya, kriminalitas, politik, isu globalisasi dunia, dan sebagainya. Tema dapat dipersempit menjadi sebuah topik, kemudian topik tersebut dikembangkan menjadi kisah dalam teater dengan dialogdialognya. Sementara itu, judul dapat diambil dari isi ceritanya.

2. Plot
Plot adalah rangkaian peristiwa atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas konflik yang berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks, klimaks, sampai penyelesaian. Adapun tahapan plot yaitu sebagai berikut.
  1. Eksposisi. Perkenalan tokoh melalui adegan-adegan dan dialog yang mengantarkan penonton pada keadaan yang nyata.
  2. Konflik. Pada tahapan ini mulai ada kejadian atau peristiwa atau insiden yang melibatkan tokoh dalam masalah.
  3. Komplikasi. Insiden yang terjadi mulai berkembang dan menimbulkan konflik-konflik semakin banyak, rumit, dan saling terkait, tetapi belum tampak ada pemecahannya.
  4. Klimaks. Berbagai konflik telah sampai pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton. Di sinilah konflik atau pertikaian antartokoh mencapai puncaknya.
  5. Penyelesaian. Tahap ini merupakan akhir penyelesaian konflik. Di sini, penentuan ceritanya akan berakhir menyenangkan, mengharukan, tragis, atau menimbulkan sebuah teka-teki bagi para penonton. 
3. Penokohan
Penokohan dalam teater mencakup hal-hal yang berkaitan berikut.
  1. Aspek Fisikologis. Aspek ini berkaitan dengan penamaan, pemeranan, dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik antara lain tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang atau pendek, gemuk, kurus, dan warna kulit.
  2. Aspek Sosiologis. Aspek ini berkaitan dengan keadaan sosial tokoh, yakni interaksi atau peran sosial tokoh dengan tokoh lain.
  3. Aspek Psikologis. Aspek ini berkaitan dengan karakter yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian seorang tokoh. Jenis karakter dalam sebuah pementasan teater antara lain baik hati, keras, sombong, munafik, rendah diri, ramah, dan pemarah. 
4. Dialog
Dialog adalah percakapan antartokoh (yang bersamaan dalam satu gerak atau adegan) untuk merangkai jalannya kisah. Dialog harus mendukung karakter tokoh, mengarahkan plot, dan mengungkap makna yang tersirat.

5. Bahasa
Bahasa merupakan bahan dasar naskah/skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata dan kalimat harus dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan efektif.

6. Ide dan Pesan
Ide dan pesan dalam pertunjukan harus bisa dituliskan oleh penulis dan diimplementasikan di atas panggung oleh pemeran. Ide bisa didapat dengan cara merekayasa secara logis sehingga selain dapat menghibur, dapat juga menampilkan pesan moral melalui nilai-nilai pendidikan.

7. Setting
Setting atau latar adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di panggung. Setting ini bisa mencakup tata panggung dan tata lampu.

C. Bentuk Teater Daerah

Teater hidup dan berkembang di tengah-tengah kehidupan manusia. Teater muncul di berbagai daerah dengan bentuk dan penampilan yang disesuaikan dengan pola, tata cara, adat istiadat, dan kekhasan daerah. Dari berbagai perbedaan penyajian, tiap daerah memiliki bentuk teater yang beraneka ragam. Berikut ini beberapa contoh bentuk teater daerah setempat.

1. Teater Tutur
Teater tutur adalah bentuk teater yang cara penyajiannya dituturkan/dilisankan/didongengkan oleh seorang penutur/pendongeng kepada orang banyak. Biasanya dongeng berupa kisah kepahlawanan (perjuangan), cerita asal usul daerah, wejangan, cerita religius (keagamaan), dan sebagainya. Teater ini berkembang pesat di daerah yang berumpun suku bangsa Melayu.

2 . Teater Catur
Teater catur adalah teater yang bentuk penyajiannya lebih mengutamakan dialog (catur) yang hanya bisa dinikmati dengan indra pendengaran. Pendengar dituntut berimajinasi terhadap jalannya adegan dalam kisah tersebut. Contohnya adalah sandiwara/dongeng radio atau dalam bentuk rekaman kaset (tape).

3. Teater Boneka
Teater boneka adalah bentuk teater yang menggunakan unsur tambahan dalam penyajiannya. Unsur tambahan ini berupa bentuk hasil karya yang disesuaikan dengan daerah setempat. Bentuknya bisa dua dimensi atau tiga dimensi yang terbuat dari kayu atau kulit atau bahan lain yang sesuai. Contohnya adalah boneka, wayang golek, dan wayang kulit. Dalam pertunjukannya, teater boneka biasa dimainkan oleh seorang dalang.

D. Jenis-Jenis Teater Tradisional

Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, bergantung pada kondisi dan sikap budaya masyarakat, serta sumber dan tata cara tempat teater tradisional tersebut lahir. Berikut ini beberapa bentuk teater tradisional yang ada di beberapa daerah di Indonesia.

1. Teater Ketoprak
Ketoprak adalah jenis teater yang lahir dan berkembang di Yogyakarta sekitar 1925-1927. Awalnya ketoprak dikenal dengan nama "ketoprak ongkek" atau "ketoprak barangan" yang hampir setingkat dengan ngamen. Alat musik pengiringnya terdiri atas kenong, gendang, terbang, dan seruling. Biasanya teater ini disajikan dengan cara menari, berjoget disertai nyanyian, dan melibatkan dialog-dialog dalam bahasa Jawa sehari-hari. Pentasnya di tempat terbuka atau dalam ruangan, bahkan dipentaskan pula di lingkungan keraton.

2. Wayang Orang
Wayang orang adalah cerita yang mengambil lakon dalam kisah pewayangan (wayang purwa/wayang kulit). Kisah yang diambil seputar cerita Mahabharata dan Ramayana. Wayang orang ini dipentaskan dengan pemeran orang dewasa dan disajikan dengan gerakan tari. Tata rias dan tata busana dalam teater ini bersifat mengikat dan harus disesuaikan dengan pakem dalam pewayangan.
3. Ludruk
Ludruk adalah kesenian khas rakyat yang berasal dari Jawa Timur. Ludruk berbentuk sandiwara (drama) yang dipertontonkan melalui tarian dan nyanyian yang dipentaskan di tempat terbuka atau di dalam ruangan. Keunikan lain dari ludruk yaitu semua pemainnya pria. Bahkan, peran wanita pun dimainkan oleh pria.

4. Reog
Reog adalah seni tradisional hiburan rakyat yang dipertontonkan dalam bentuk tarian di tempat terbuka. Reog mengandung unsur magis. Penari utamanya mengenakan hiasan topeng berkepala singa dengan hiasan bulu merak yang mengembang ke atas seperti kipas berukuran besar. Beberapa penari lainnya bertopeng dan berkuda lumping yang semuanya lakilaki, biasanya mengenakan baju khas Jawa dan berkaos loreng (putih dengan strip horizontal berwarna merah). Tontonan tradisional ini bersifat humor (jenaka) yang mengandung sindiran atau plesetan terhadap situasi dan kondisi masyarakat.
5. Lenong
Lenong adalah jenis pertunjukan sandiwara yang berasal dari Betawi (Jakarta)
yang dipentaskan dengan iringan gambang kromong. Dialognya menggunakan
dialek Betawi yang diselingi dengan lawakan dan disisipi dengan adegan silat. Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.

Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam. Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes.

6. Topeng Banjet
Topeng banjet adalah sandiwara tradisional yang berasal dari Karawang (Jawa Barat). Topeng banjet juga terdapat di wilayah Bekasi dan Cisalak (Bogor). Di wilayah Parahiyangan, teater ini disebut Banjet saja. Iringan gamelan dan tarian topeng banjet mirip dengan irama gamelan Bali. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi teater ini antara lain rebab leher panjang (tehian), kecrek, kendang, keromong, dan gong.

7. Randai
Randai adalah jenis seni teater tradisi daerah Minangkabau. Penyajiannya dilakukan dengan dialog yang disampaikan dengan dendang atau gurindam. Iringan musik dalam pertunjukan randai terdiri atas puput batang padi, talempong, gendang, dan rebana. Pertunjukannya dilakukan di arena dengan formasi penonton melingkar.
8. Mamanda
Mamanda adalah jenis teater khas daerah Kalimantan Selatan. Pertunjukannya dilakukan dengan busana yang mewah dan serba gemerlap, serta diringi dengan musik sederhana yang bersifat sugestif.Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.

Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.

Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda".

9. Sanghyang
Sanghyang adalah teater yang berkembang di Bali yang disuguhkan dalam bentuk tarian yang bersifat religius. Pertunjukan sanghyang ini merupakan pertunjukan penolak bala atau wabah penyakit. Tarian Sanghyang dilakukan oleh dua orang anak perempuan yang belum balig. Sebelum menari, kedua anak tersebut diupacarai untuk memohon datangnya roh Dedari pada tubuh kedua anak tersebut. Upacaranya diiringi oleh paduan suara gending sanghyang.

10. Sendratari (Seni Drama dan Tari)
Sendratari adalah teater yang menggabungkan drama atau cerita yang disajikan dalam bentuk tarian tanpa dialog, diiringi oleh musik gamelan, dan menyajikan cerita lama atau cerita pewayangan. Contohnya, sendratari Jaka Tarub.

E. Tanggapan terhadap Seni Teater Tradisi Daerah

Memberikan tanggapan terhadap karya seni teater sama halnya dengan melakukan kegiatan pengamatan, penilaian, dan penghargaan terhadap karya seni teater. Dalam menilai karya seni, ada kriteria yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut.

1. Tema
Tema adalah cerita atau pokok pikiran yang merupakan ide dasar seseorang (penulis). Beragam ide tema bisa didapatkan dari berbagai hal seperti dengan melihat, mendengar, merasakan, berimajinasi, atau dari keadaan alam dan sosial sekitar. Adapun tema yang terkandung dalam seni teater daerah yaitu seputar kehidupan sehari-hari, perjuangan, tradisi, petuah atau wejangan/nasihat, cerita religius, cerita kebaikan, kisah pewayangan (Mahabharata dan Ramayana), dan tema percintaan.

2. Isi
Isi dalam seni teater adalah keseluruhan cakupan yang melatarbelakangi pertunjukan teater dan unsur yang terkandung di dalamnya. Isi cerita harus memiliki beberapa unsur agar menarik. Aspek tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang ada di dalam konteks teater. Unsur ini akan membuat sebuah teater memiliki alur cerita yang baik dengan karakter tokoh dan latar yang jelas.

1) Tokoh dan karakter
Setiap tokoh dalam teater mempunyai karakter atau watak tertentu. Karakter atau watak para pemain berbeda-beda sesuai dengan peran yang dimainkan. Contohnya, tokoh Panji yang biasanya berkarakter bijaksana, lembut, dan berwibawa. Sementara itu, tokoh Rahwana biasanya berkarakter bengis, kotor, kejam, dan menyeramkan. Untuk karakter raja, biasanya ia berwibawa, mewah, dan bijaksana.

2) Alur cerita
Alur cerita adalah keseluruhan peristiwa yang membentuk satu kesatuan. Tiap peristiwa memiliki keterkaitan dan jalinan yang tidak putus dan saling melengkapi. Alur cerita atau disebut cerita biasanya dibagi dalam lima tahapan berikut.
  1. Pengantar (tahap perkenalan) yaitu tahap perkenalan pemain dengan penonton lewat dialog, penampilan (baik kostum maupun wajah), peran (baik peran utama, pembantu, maupun figuran), dan tata cara berperan.
  2. Penampilan masalah adalah tahap pertikaian antara pemain yang satu dan pemain lain, tetapi masih dalam posisi awal dan sederhana.
  3. Puncak ketegangan adalah tahap klimaks. Pada tahap ini, pertikaian sudah mengalami tingkat yang tidak terkendali. Bentrokan fisik atau dialog sudah memanas. Misalnya, terjadi perkelahian, adu mulut, pengerasan kata-kata, perang hebat, kemesraan yang memuncak, atau sebuah perjalanan yang memilukan dan meletihkan.
  4. Ketegangan menurun yaitu tahap peleraian (anti klimaks). Pada tahap ini, pertikaian pemain sudah menurun. Hal ini bisa terjadi karena peperangan telah usai, pihak yang satu telah kalah, perkelahian telah dimenangkan oleh pemain lawan, perjalanan jauh telah menemukan tujuan akhirnya, kemesraan berakhir dengan keputusan, dan sebagainya.
  5. Penyelesaian yaitu tahap akhir dari semua rangkaian cerita. Pada tahap ini, kondisi telah normal kembali dan biasanya penonton akan melihat kondisi yang lain. Misalnya, kisah percintaan yang berakhir dengan pernikahan atau kisah peperangan yang berakibat meninggalnya sang raja.
3) Dialog
Dialog adalah percakapan yang dilakukan lebih dari satu orang yang dilakukan oleh para pelaku drama yang bersangkutan. Melalui dialog, orang akan mengetahui dan memahami cerita yang dipentaskan. Pada pertunjukan teater, tiap daerah memiliki ciri khas dalam pengucapan dialog, masing-masing mempunyai ketentuan sesuai dialek daerah. Misalnya, dialek Betawi pada pertunjukan lenong, dialek Minangkabau pada pertunjukan randai, dialek Sunda pada pertunjukan longser, dan sebagainya.

4) Latar atau setting
Latar atau setting adalah penempatan ruang, termasuk latar belakang pentas (background). Latar berguna untuk menjelaskan penggambaran yang mencerminkan situasi/suasana/kondisi kejadian tertentu sesuai dengan adegan atau cerita yang sedang dipentaskan. Dalam teater daerah, latar biasanya dibentuk dari penutup kain yang sederhana, ada juga yang dilukis sedemikian rupa seperti dalam pementasan wayang orang. Latar juga bisa dibuat terbuka dengan memanfaatkan tempat pentas, seperti teater di Bali yang memanfaatkan bangunan seperti gapura di bagian latarnya.

b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur di luar unsur-unsur intrinsik teater yang
mendukung dan turut berperan penting bagi suksesnya pementasan. Unsur
ekstrinsik bisa berupa;
  1. riwayat pengarang cerita, 
  2. latar belakang sosial budaya pengarang, 
  3. waktu pembuatan cerita, 
  4. pengalaman pengarang, dan sebagainya.
3. Amanat
Amanat adalah pesan yang terkandung dalam sebuah pementasan teater. Pesan yang disampaikan dari pertunjukan teater biasanya berbeda-beda sesuai dengan bentuk dan jenis teater. Misalnya, pesan yang terkandung dalam cerita Mahabharata dan Ramayana adalah nasihat yang luhur, yakni perbuatan jahat akan kalah oleh perbuatan yang baik, segala bentuk perjuangan yang gigih akan mendapatkan hasil yang baik, dan sebagainya.

4. Cara Penyajian Teater Tradisi Daerah
Penyajian teater tradisi daerah secara garis besar meliputi hal-hal seperti berikut.
a. Cerita
Keseluruhan cerita mengambil cerita tradisi (klasik), legenda, hikayat, cerita Ramayana dan Mahabharata, cerita perjuangan, cerita sejarah, cerita roman (percintaan), cerita lelucon (lawak), dan cerita sosial.
b. Penampilan (akting)
Penampilan (akting) pemain pada teater tradisi ada yang bebas dan ada yang harus sesuai aturan seperti dalam wayang orang, improvisatoris (dialog langsung tercetus di atas panggung). Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah (Jawa, Melayu, Sunda, dan sebagainya). Kostum biasanya menggunakan kostum adat/disesuaikan dengan cerita.
c. Musik Pengiring
Musik pengiring yang biasanya digunakan adalah seperangkat gamelan dan alat musik tradisional setempat.
d. Penonton
Penonton sebagian besar adalah rakyat biasa yang mencari hiburan karena teater bersifat menghibur, tapi kemudian berkembang ke kalangan ningrat/ bangsawan.
e. Panggung
Teater tradisi biasanya dipentaskan di alam terbuka, kemudian di atas panggung sederhana, lalu beranjak ke pendopo, sampai pula di keraton dan akhirnya di pentaskan di gedung-gedung khusus pertunjukan teater.

5. Sumber Cipta Teater Tradisi Daerah
Seperti halnya karya seni cipta yang lain, seni teater tradisi bersumber dari kekayaan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sumber itu dijadikan landasan dan pola inspirasi untuk berkarya. Sumber-sumber tersebut berupa mitos, cerita panji, legenda, saga, dan cerita lelucon. Mitos yaitu cerita yang berhubungan dengan makhluk halus, roh nenek moyang atau kepercayaan tehadap dewadewi. Contohnya cerita Nyi Roro Kidul.

Cerita panji yaitu cerita tentang orang-orang bijaksana yang berasal dari kesusastraan Jawa. Contohnya Panji Semirang. Legenda adalah cerita yang berhubungan dengan kejanggalan atau asal usul alam. Contohnya asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Saga adalah cerita yang di dalamnya terkandung unsur sejarah. Contohnya cerita Gajah Mada. Cerita lelucon adalah cerita yang mengemukakan kisah kebodohan, kekonyolan yang disampaikan dengan banyolan/lucu. Contohnya Si Kabayan.